PENDAHULUAN
Penggunaan istilah geopolitik sudah sering digunakan oleh para pemikir, pengamat, dan praktisi politik internasional. Sebelum istilah ini muncul, dua puluh tiga abad yang lalu Aristoteles dan Plato dalam pemikiran politiknya membahas banyak pertanyaan yang bisa digolongkan sebagai geopolitik. Keduanya meminjam dari Hippocrates yang mengaitkan iklim dengan sifat fisik dan intelektual manusia. Mereka menganggap lingkungan alam dari sudut pandang dampak dari karakter manusia dan implikasinya bagi keperluan ekonomi dan militer negara yang ideal.
Secara historis, geopolitik dikembangkan dari geografi politik dan antropo-geografi, semacam geografi politik dan manusia. Kedua istilah itu mulai diperkenalkan pada abad ke-19 oleh seorang professor berkebangsaan Jerman, Friedrich Ratzel (1844-1904). Geografi politik berarti hubungan antara negara teritori atau ruang. Teori Ruang miliknya menganggap negara unggul ketika mampu mengambil dan menguasai satuan-satuan politik yang bernilai strategis dan ekonomis. Rudolf Kjellen (1864-1922) ikut mempertegas teori di atas dengan Teori Kekuatan, pada intinya negara adalah satuan politik serta satuan biologis yang memiliki intelektual, dengan kekuatannya mampu mengeksploitasi negara lain yang lebih lemah. Ratzel dan Kjellen mengatakan bahwa negara dalam hal-hal tertentu dapat diartikan sebagai sebuah organism, mengalami fase kehidupan antara lahir, tumbuh, berkembang, mencapai puncak, surut, dan terakhir mati.
Kemudian Teori Ekspansionisme oleh Karl Houshoffer (1896-1946) yang kala itu banyak mewarnai politik Nazi Jerman. Teori ini menitikberatkan pada persoalan strategi perbatasan, ruang hidup bangsa dan tekanan rasial, ekonomi, dan sosial. Ketiga teori di atas termasuk dalam bagian teori geopolitik kontinental, teori ruang dan teori kekuatan yang berpandangan bahwa letak geografis dari sebuah negara dapat menentukan kehidupannya secara politik, ekonomi, budaya, dan teknologi. Teori-teori ini cenderung mengarah pada politik adu kekuatan dan kekuasaan.
Selanjutnya Teori Wawasan yang bertolak dari teori ruang. Teori ini dibagi menjdai tiga wilayah, yaitu Daerah Jantung (Heart Rimland), Daerah Bulan Sabit Dalam (Inner Rimland), dan Daerah Bulan Sabit Luar (Outer Rimland). Sedangkan untuk teorinya terbagi empat bagian, pertama, Teori Wawasan Benua oleh Sir Halford Mackinder (1861-1947) berpandangan bahwa siapa saja yang dapat menguasai wilayah jantung yaitu Eropa dan Asia, maka akan menguasai dunia. Kedua, Teori Wawasan Bahari oleh Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred T. Mahan (1840-1914) mereka berpandangan bahwa siapa saja yang menguasai lautan akan menguasai perdagangan, yang menguasai perdagangan akan menguasai kekayaan dunia. Ketiga, Teori Wawasan Dirgantara oleh Giulio Douhet (1869-1930) dan William Mitcel (1879-1936) dengan dilatarbelakangi oleh kemajuan industri penerbangan, berpandangan bahwa kekuatan udara mempunyai daya tangkis yang handal terhadap ancaman dan dapat melumpuhkan lawan. Keempat, Teori Wawasan Kombinasi oleh Nicholas J. Spijkman (1893-1943) yang menggambungkan kekuatan darat, laut, dan udara.

Konflik Geopolitik Timur Tengah
Kondisi daratannya menunjukkan wilayah ini berada tepat di persimpangan rute perdagangan yang menghubungkan Eropa, Afrika, dan Asia. Sejak 5.000 tahun yang lalu rute dagang ini sudah didokumentasikan dengan jelas. Lembah-lembah sungai menjadi saksi sejarah kelahiran bangsa-bangsa, mulai dari lembah sungai Efrat, Tigris, Nil, dan Yordan. Kekuatan suatu bangsa serta peluangnya untuk bertahan hidup sangat bergantung pada faktor geografis. Posisi strategis dan potensi militer suatu negara bergantung pada lokasi yang berhubungan dengan jalur laut dan darat utama. Misalnya saja letak Mesir yang strategis di wilayah ini, lokasinya dapat berfungsi sebagai jembatan antara benua Afrika, Asia, dan Eropa Mediterania.
Sedangkan kondisi lautan pada wilayah ini berbatasan langsung dengan Laut Mediterania, Laut Merah, Laut Hitam, Laut Arab, Teluk Persia, dan Samudera Hindia. Dari batasan laut inilah terdapat jalur air yang sangat strategis, yaitu Selat Bosporus yang menghubungkan Laut Hitam dan Laut Marmara. Selat Bab El-Mandeb yang menghubungkan Laut Merah dan Teluk Aden. Terusan Suez merupakan jalur laut yang menghubungkan Eropa melalui Mesir tanpa perlu memutari benua Afrika. Lalu Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman.
Selat Hormuz adalah jalur minyak dan gas alam terpenting di dunia. Membentuk titik sempit di antara dua teluk dengan Panjang sekitar 39 kilometer, selat ini menjadi satu-satunya jalan air menuju laut terbuka. Titik sempit antara Oman dan Iran yang menjadi jalur satu-satunya cara mengangkut barang atau orang. Sebagian besar pengiriman minyak yang dilakukan oleh anggota OPEC serta Qatar dengan eksportir LNG terbesar di dunia dengan melalui selat ini. Sekitar 70 persen kebutuhan energi dunia, sekitar 35 persen dari ekspor minyak bumi disuplai melalui jalur laut yang sempit ini.
Dalam penerapan teori yang telah dibahas di atas, implementasi atas teori Kapten Laut Inggris, Alfred T. Mahan, Iran seringkali mengancam kondisi perairan bahkan akan menutup selat. Kasus yang terbaru terjadi pada Mei 2019, empat kapal tanker berlayar melewati Selat Hormuz yang terdiri dari satu kapal milik UEA dan lainnya milik Norwegia serta dua kapal milik Arab Saudi diserang di dekat Pelabuhan Fujairah, UEA. Kemudian mundur pada Juli 2018, melalui Presiden Iran saat itu, menegaskan bahwa negaranya akan dan terus mengganggu pasokan minyak yang melintas Selat Hormuz. Semua yang telah Iran lakukan di wilayah itu adalah salah satu bentuk respon terhadap sanksi Amerika Serikat dan Eropa, serta jawaban Iran atas seruan Amerika untuk mengurangi ekspor minyaknya.
Secara teritorial, Selat Hormuz juga merupakan bagian dari Oman. Sisi pada Selat Hormuz lebih dalam ada di sisi Oman dibandingkan sisi Iran, karenanya kapal tidak harus memasuki perairan teritorial Iran di selat tersebut. Namun, Iran dan Oman sudah sering mengadakan latihan Angkatan Laut bersama, mereka menunjukkan persatuan dan kesiapannya untuk terlibat lebih dalam pada manuver militer.
Kehadiran kapal perang Amerika Serikat di Selat Hormuz secara langsung memberikan isu sensitif terhadap Iran sejak perang Iran-Irak di tahun 1980-an. Mulai dari serangan Angkatan Laut Amerika Serikat yang menghancurkan penampungan minyak milik Iran, rangkaian kasus penyitaan kapal tangker Iran yang mengangkut minyak mentah Iran ke Suriah hingga terbunuhnya Jenderal Soleimani. Selama kapal perang Amerika Serikat masih berada di teluk maka insiden laut akan terus terjadi, serta memungkinkan kedua negara menghadapi konfrontasi langsung. Setiap tindakan yang dilakukan Iran, dapat meningkatkan harga minyak per barelnya. Oleh karenanya, Selat Hormuz sangat strategis dan penting bagi dunia. Menjaga stabilitas keamanan Selat Hormuz sama halnya menjaga stabilitas harga minyak dunia.

Kesultanan Turki Utsmani dan Geopolitik Timur Tengah
Berdiri di Anatolia pada tahun 1299 di bawah kekuasaan Utsman I. Awalnya kesultanan Turki Utsmani hanya sebuah emirat di daerah perbatasan, namun semenjak penaklukan Konstantinopel pada tahun 1453 oleh Muhammad II secara resmi mengantarkan emirat ini pada era kesultanan. Di wilayah Timur Tengah, Kesultanan Turki Utsmani yang strategis sebagai jembatan darat antara Eropa dan Asia, tepat berdiri mengangkang di Bosporus yang menjadi penghalang jalur darat untuk dapat melintas jalan keluar satu-satunya menuju Laut Hitam.
Teori ekspansionisme oleh Karl Houshoffer yang mengedepankan politik adu kekuatan dan kekuasaan bisa diterapkan pada kondisi Kesultanan Turki Utsmani waktu itu. Pada abad ke-15 dan 16 menandakan ekspansi yang lebih luas, mengontrol atas sebagian besar rute perdagangan darat antara Asia dan Eropa yang memberikan kemakmuran ekonomi bagi mereka.
Pada tahun 1520, Sultan Salim I mengalahkan Shah Ismail dari dinasti Persia Safawiyah dalam pertempuran Chaldiran, dia juga berhasil menaklukkan Mesir. Semua ini mengkonsolidasikan posisi kekaisaran sebagai kekuatan regional, memungkinkan mereka melakukan ekspansi lebih jauh dengan merebut Beograd (kota di Serbia) dan kendali menyeluruh dari sebagian wilayah Hungaria. Dilanjutkan pada tahun 1535, Kesultanan Turki Utsmani menguasai Baghdad, Mesopotamia, dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.
Kemunduran Kesultanan Turki Utsmani dimulai pada abad ke-18, ketika pemberontakan mulai merajalela dan kesultanan mulai dilemahkan oleh kehancuran ekonomi serta kekalahan telak perang melawan Rusia. Pada akhir abad ke-18, gagasan nasionalisme barat memicu perbedaan di antara kelompok-kelompok besar dalam Kesultanan Turki Utsmani. Pada bulan Juli 1908 terjadi revolusi Turki muda, menjadikan awal bubarnya Kesultanan Turki Utsmani. Tahun 1914, Kesultanan Turki Utsmani dipukul mundur dari hampir seluruh Eropa dan Afrika Utara.
Pada tahun yang sama di bulan November, Kesultanan Turki Utsmani yang mulai melemah tetapi ikut serta dalam Perang Dunia I di blok sentral bersama Jerman, Austria-Hungaria, dan Bulgaria, mereka mengambil alih bagian di front Timur Tengah. Tahun 1916 terjadi pemberontakan Arab, walapun bisa diatasi dan Kesultanan Turki Utsmani sempat unggul selama dua tahun perang, namun tetap saja mereka sudah kehilangan pengaruhnya di kawasan.
Dengan adanya Perjanjian Sevres , Kesultanan Turki Utsmani resmi menjadi pecah. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 muncul gerakan nasional Turki yang memenangkan Perang Kemerdekaan Turki pada tahun 1919-1922 di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasya (Kemal Ataturk). Tepat pada tanggal 1 November 1922, dengan sultan terakhirnya, Muhammad VI resmi dibubarkan.
Aktor-Aktor Eksternal di Timur Tengah
Pasca keruntuhan Kesultanan Turki Utsmani, kolonialisme mulai berkembang di wilayah ini, Inggris dan Prancis membagi-bagi wilayah Timur Tengah. Mesir, Irak, Palestina, Sudan dan Yordan di bawah mandat Inggris, sedangkan negara-negara Afrika Utara, Suriah dan Lebanon di bawah mandat Prancis. Tahun 1917 melalui deklarasi Balfour, Inggris memberikan Sebagian wilayah palestina untuk Israel.
Kabar penemuan minyak bumi pertama kali di Iran di tahun 1908 oleh Inggris yang kemudian tersebar ke penjuru dunia sehingga negara-negara lain berlomba untuk menemukan ladang minyak baru di Timur Tengah. Setelah pemerintah Inggris menguasai setengah lebih dari saham perusahaan Anglo-Persia, Inggris membutuhkan cadangan bahan bakar lebih untuk Angkatan Laut mereka, sehingga mereka mempunyai ambisi menguasai wilayah Mosul yang kaya minyak. Selain itu, Inggris juga memerlukan kendali atas rute perdagangan Eropa menuju India dengan menekan pentingnya Terusan Suez. Namun setelah Perang Dingin, negara Eropa secara bertahap menarik diri dari wilayah Timr tengah, Amerika Serikat dan Rusia mengisi kekosongan.
Rusia (Uni Soviet) sejak lama sudah ikut menaruh pengaruhnya di wilayah ini. Tahun 1955, Rusia memberikan bantuan senjata dan mengirimkan pasukannya ke Terusan Suez. Kemudian di tahun 1980, Rusia dengan Suriah menandatangai perjanjian yang berisi jika pihak ketiga menginvasi wilayah Suriah, makan Rusia akan ikut terlibat secara langsung. Sedangkan untuk era modern ini, diplomasi Rusia dengan Timur Tengah terbukti berhasil. Hubungan energi antara mereka sejauh ini menghasilkan keuntungan yang besar. Kesepakatan OPEC, investasi Rusia oleh perusahaan minyak, gas alam, dan nuklir di pasar Timur Tengah yang cukup besar memberikan dampak positif jangka Panjang bagi perekonomian Rusia.
Terlebih pada hubungan Rusia dengan Turki. Ankara mempertaruhkan klaim kepemimpinan di Asia Tengah sedangkan Moskow memiliki ambisi untuk mempertahankan integritas dan hegemoni Uni Soviet. Ketergantungan ekonomi menjadi alasan pertama, Rusia sebagai eksportir utama gas alam dan Turki sebagai konsumen. Sejak tahun 1988, Uni Soviet telah memulai memompa gas melalui jalur pipa Trans-Balkan. Kemudian sikap kedua negara yang mengutamakan keamanan dan kedaulatan masing-masing. Puncaknya, kebijakan politik luar negeri Turki sejak awal 2010-an selalu bertentangan dengan Amerika Serikat dan membawa mereka lebih dekat dengan Rusia. Begitu juga dengan Iran, Rusia menjadikannya ikatan segitiga (Rusia-Turki-Iran) sebagai pilar kebijakan luar negerinya di wilayah Timur Tengah.
Seperti halnya Rusia, Amerika Serikat juga sudah lama mempunyai hubungan dan menanamkan pengaruhnya di wilayah ini. Kegiatan politik, ekonomi perdagangan barang, pendidikan serta kegiatan misionaris. Tahun 1917 kala itu Presiden Amerika, Woodrow mengesahkan surat yang dikirim Inggris mengenai pembangunan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di tanah Palestina yang berujung pada rentetan peristiwa berkaitan dengan validasi klaim Israel atas tanah sah Palestina. Selama Perang Dunia II, kehadiran Amerika Serikat semakin meningkat di wilayah Timur Tengah. Pemerintah Amerika Serikat berfokus menaruh perhatian lebih pada cadangan minyak.
Amerika Serikat dan Rusia menjadi dua negara adidaya dalam dunia internasional. Pada tahun 1945, ketika Inggris sudah tidak dapat mempertahankan posisinya di Timur tengah dari pengaruh Rusia, dan secara terus terang meminta bantuan Amerika Serikat untuk menjaga stabilitas di kawasan. Dari sinilah Amerika Serikat terus menerus memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah. Kepentingan untuk menjamin akses cadangan minyak, melindungi dan mendukung kedaulatan Israel, mempertahankan pangkalan militernya, memelihara hubungan dekat dengan negara-negara dan rezim sahabat dan melawan kelompok gerakan Islam dan terorisme.

SIMPULAN
Timur Tengah dengan segala isinya selalu menjadi pusat perhatian umat manusia dari masa ke masa, dari sejarah emas peradaban dan kebudayaan kuno hingga modern serta kepentingan politik dan ekonomi domestik, regional maupun internasional. Lokasi geografis di sentral membuat wilayah ini memiliki banyak keuntungan semua sektor di rute darat maupun laut. Dalam kekuatan ekonomi, wilayah ini adalah rumah bagi beberapa sumber daya alam terpenting di dunia, minyak dan gas bumi.
Untuk konflik akan selalu ada di wilayah Timur Tengah. Faktor internal, dari posisi batas di setiap negara yang cenderung susah dikarenakan kondisi alam serta peninggalan kolonial yang tidak sesuai dengan akar historis masyarakatnya, masalah keterbatasan air tawar hingga masalah minyak dan sumber daya alam. Sedangkan faktor eksternal karena ada banyak intervensi dari negara lain yang memiliki kepentingan dari sumber daya alam dan menjadikan wilayah ini sebagai pasar ekonomi dunia.
Kekuatan suatu bangsa dan peluangnya untuk bertahan hidup sangat bergantung pada faktor geografis, populasi, sumber daya alam, kapasitas industri, dan organisasi sosial dan politik. Posisi strategis dan potensi militer suatu negara bergantung pada lokasinya dengan jalur perdagangan darat dan laut (Boland III 1992). Setiap negara di dunia terkhusus negara yang berada di wilayah Timur Tengah pasti memiliki beragam jenis keuntungan serta kekurangan dalam letak geografisnya. Yang terpenting adalah bagaimana semuanya bersikap untuk selalu saling menjaga kemanan dan perdamaian dunia.
REFERENSI
Hidayat, I.M. 1983. Geopolitik, Teori dan Strategi Politik dalam Hubungannya degan Manusia, Ruang dan Sumber Daya Alam. Surabaya: Usaha Nasional.
Popescu, N. & Secrieru, S. 2018. Russia’s Return to the Middle East, Building Sandcastles?. Paris: Europan Union Institute for Security Studies.
Priyono, J. & Yusgiantoro, P. 2017. Geopolitik, Geostrategi, Geoekonomi. Bogor: Unhan Press.
Al-Sarhan, A.S. 2017. United States Foreign Policy and the Middle East. Open Journal of Political Science, Vol. 7, 454-472.
Mather, Y. 2014. The Fall of the Ottoman Empire and Current Conflict in the Middle East. Critique Journal of Social Theory, Vol. 42, 471-485.
Waehlisch, M. 2012. The Iran-United States Dispute, the Strait of Hormuz, and International Law. Yale Journal of International Law, Vol. 37, 22-34.